PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan
Bersama Membangun Kemandirian

Kamis, 02 Oktober 2014

Mengkaji Kesiapan Sektor dan Daerah mendukung UU Desa

Sumbawa, 2 Oktober 2014

Oleh:
Tomy Risqi 
TA Kelembagaan &
Pengelolaan Kegiatan Sosial
KMP Wilayah 2
PNPM Mandiri Perkotaan 
A. Sinergi. Kata Keramat
Forum Group Discussion (FGD) dan kunjungan lapang 8 sektor (kementerian/lembaga) yang dikoordinatori Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dalam rangka kajian kesiapan sektor dalam menjalankan pengembangan kawasan perdesaan (sesuai amanah UU Desa) menemukan sejumlah fakta menarik, antara lain tentang sinergi antarsektor, kesesuaian dengan perencanaan masyarakat serta follow up pembangunan. Namun Sinergilah yang paling sering disebut, bak kata keramat. FGD tersebut dipusatkan di Pemda Kabupaten Sumbawa (bersama semua SKPD), Desa Jorok Kecamatan Utan dan Desa Pulau Bungin Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa. FGD dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut antara tanggal 16 – 19 September 2014. Rangkaian FGD ini juga akan dilanjutkan di Kabupaten Singkawang Kalimantan Barat tanggal 29 September – 2 Oktober 2014, dan Kabupaten Aceh Besar pertengahan Oktober.

Selama ini, masyarakat dengan inovasinya sebenarnya telah berhasil merintis strategi pembangunan lintas sektor dan berbasis kawasan. Dengan kearifan lokal, masyarakat di Desa Jorok dan di Desa Pulau Bungin telah membuktikannya, di saat Pemerintah pusat kurang memperhatikan koordinasi antar sektor dan abai terhadap keberlanjutannya. Fakta ini terungkap pada saat membahas pembangunan instalasi pengolahan air asin menjadi air tawar di Kecamatan Utan dan follow up Pemasaran RTPLP PLPBK di Kecamatan Alas.
Kajian ini hendak mencari pola dukungan Pemerintah pusat kepada Pemerintah Desa, terkait dengan (1) Pembangunan Desa (skala lokal), dan (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang terkait dengan Penanganan Issues Strategis Nasional. Selain kedua hal tersebut, UU Desa juga memuat esensi OVOP dan Strategi tata Kelola Desa. Sebab kedua bidang tersebut merupakan esensi UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kementerian/Lembaga akan meninjau kedua bidang tersebut dari aspek bentuk program, pendampingan, kelembagaan dan skema pendanaan.

B. Tentang Ketertinggalan Kabupaten Sumbawa
Kabupaten Sumbawa di Pulau Sumbawa masih
berstatus daerah tertinggal karena sumberdaya
alam dan infrastrukturnya. Sekarang menggeliat
bertumpu pada pariwisata, kelautan & pertanian
Berkaitan dengan sinergi antarsektor (horizontal), sinergi pusat dan daerah (vertikal) dan sinergi dengan perencanaan desa, terdapat tiga substansi penyampaian yang patut disimak, antara lain dari Kepala Bappeda, PJOK PNPM Pedesaan, dan Kepala BPMD Kabupaten sumbawa.
Dalam presentasinya, Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa menyampaikan isu-isu strategis yang dihadapi mengenai ketertinggalan Kabupaten Sumbawa, antara lain: Pertama, banyak faktor yang membuat angka kemiskinan di Kabupaten Sumbawa dari waktu-kewaktu semakin meningkat antara lain SDM yang dimiliki belum sepenuhnya memadai, jumlah angkatan kerja daerah yang siap masih sedikit, dan lebih banyak berasal dari pendatang.
Kedua, angka kemiskinan di Kabupaten Sumbawa mencapai 17,04% di atas angka rata-rata provinsi NTB, 17,02%.
Ketiga, Kabupaten Sumbawa belum bisa keluar dari katagori Daerah Tertinggal disebabkan oleh jarak/letak geografis, pemukiman yang berjauhan antar satu penduduk dengan penduduk lainnya, katagori lahan di Sumbawa bergunung-gunung, dan lain-lain.
Keempat, isu-isu kemiskinan untuk tetap menjadi arus utama dalam memajukan daerah-daerah tertinggal melalui program-program pemberdayaan masyarakat dan/atau sejenisnya untuk menjaga sinergi koordinasi antara pusat dan daerah, yang kadang masih menjadi pekerjaan rumah
PJOK Kecamatan Utan mereview pelaksanaan sinergi, antara lain:
  1. Kecamatan Utan mendapatkan program pemberdayaan yang banyak mulai dari PNPM MPd, GSC, P2KP (setelah berubah nama menjadi PNPM Perkotaan, keluar dari desa ini), PPIP, MP3KI, Pisew, KSK.
  2. Program PNPM yang ada di Kecamatan Utan sudah memberikan proses kemandirian kepada masyarakat dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan proses pelestarian. Hal tsb sudah tertanam dalam jiwa kemandirian masyarakat setempat. Masyarakat secara aktif dan inisiatif berperan dalam setiap musyawarah dan pelaksanaannya.
  3. Dengan adanya UU Desa No. 6 Tahun 2014; ke depan seluruh program harus mengacu pada hasil Perencanaan Desa (Musrenbang-Desa) baik itu dari dana Desa maupun program sektor.
  4. Untuk menunjang kesuksesan pelaksanaan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tersebut diharapkan adanya pendampingan fasilitator termasuk dengan tetap dipertahankannya program-program sektor dari Kementrian/Lingkungan untuk mendukung kualitas perencanaan desa.
Kepala BPMPD Kabupaten Sumbawa Yahya Adam mengharapkan sinkronisasi program dengan:
  1. Seluruh kebijakan yang akan diambil ditingkat bawah harus melalui koordinasi Camat selaku pembina program sektor ditingkat kecamatan, sehingga Camat mempunyai rasa tanggungjawab terhadap segala keputusan yang diambil secara bersama-sama,
  2. Program-program Sektor yang akan masuk ke desa harus menyesuaikan dengan perencanaan APBDesa, hal ini agar pola kemandirian dan indikator capaian keberhasilan desa mampu dievaluasi oleh Pimpinan/SKPD diatasnya,
  3. Selanjutnya terkait dengan sinkronisasi UU Desa No. 6 Tahun 2014 dengan program-program sektor yang masih ada, maka kedepan harus ada peleburan program-program pemberdayaan yang ada dengan konsep baru. Hal ini untuk lebih menguatkan tujuan penataan kelembagaan yang dicanangkan dalam UU Desa tersebut.
C. Pemasaran RTPLP, sebagai Visi Desa, Belum Menuai Respon
Serunya Suasana FGD di desa Jorok Kecamatan Utan Kab Sumbawa

Kunjungan Hari I pada saat diskusi dengan SKPD, Kepala Desa dan Camat di Kabupaten Sumbawa terungkap sejumlah isu strategis antara lain: Bagaimanakah nasib Rencana Tindak Penataan Lingkungan dan Permukiman (RTPLP) PLPBK yang saat ini telah disusun?
RTPLP tersebut agak susah dipasarkan, karena rendahnya respon sektor-sektor di SKPD. Kesulitan pemasaran RTPLP ini cukup serius karena disampaikan 2 kali. Pertama saat FGD dengan Pemda pada tanggal 17 September 2014, dan FGD di Desa Pulau Bungin Kec Alas pada tanggal 18 September 2014. RTPLP kami di Kecamatan Alas di semua Desa lokasi PLPBK menemui kesulitan pemasaran, demikian diungkap oleh Muttaqin, Satker PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Sumbawa. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Desa Juran Alas pada di Desa Pulau Bungin. Desa-desa di Kecamatan Alas kesulitan untuk mendapatkan channeling karena ketertarikan para pihak terhadap visi maket sangat minim. Bisa jadi akibat kurangnya kesiapan finansial (dana penunjang) atau kurang siapnya intervensi (penanganan).
Penjelasan yang dapat diberikan adalah, sebenarnya PNPM Mandiri Perkotaan lebih siap untuk mewujudkan One Village One Product (OVOP) sebagaimana amanah Pasal 79 UU no 6 Tahun 2014, karena setiap desa telah memiliki PJM Pronangkis Desa yang diproses secara artisipatif. Tidak hanya itu, PJM Pronangkis tersebut juga telah dipertajam melalui RPLP dan RTPLP di lokasi PLPBK seperti yang terdapat di Kecamatan Alas. Sehingga kesiapan untuk mentransformasikan RTPLP menjadi RPJM Desa lebih memungkinkan. Karena pendampingan di PNPM Perkotaan berbasis desa. Oleh sebab itu menjadikan RTPLP sebagai RPJM Desa akan mempertajam visi Desa. Apalagi jika dilegalkan dengan Peraturan Desa.
Dalam diskusi di tingkat Pemda Kabupaten Sumbawa juga disampaikan bahwa penyusunan perencanaan berbasis desa yang kemudian dikembangkan secara lintas desa, membutuhkan peranan pemerintahan di atasnya. Kapan peranan tersebut diperlukan? Tentu saja pada saat perencanaan mulai mencakup aspek-aspek yang dirasakan manfaatnya oleh desa-desa secara kolektif, misalnya air bersih, listrik, irigasi maupun lingkungan (persampahan). Semua persoalan tersebut lintas desa dan berbasis kawasan. Sehingga dibutuhkan integrasi perencanaan. Perencanaan kawasan adalah perencanaan yang menghubungkan perencanaan antara satu desa dengan desa yang lain (dalam satu level pemerintahan) dan dirasakan sama pentingnya serta menjadi prioritas bagi semua desa.
Perencanaan kawasan adalah perencanaan antar desa. Demikian juga dalam pelaksanaannya, pembangunan kawasan adalah pembangunan lintas desa. Pembangunan lintas desa membutuhkan keterlibatan pemerintahan di atasnya. Sebab desa tidak dapat melaksanakan pembangunan sendiri di wilayahnya masing-masing jika membutuhkan:
  1. Intervensi teknologi yang tidak dapat dijangkau oleh desa, seperti misalnya pemasaran home industri yang ditekuni oleh masyarakat desa, atau teknologi yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas produk sektor informal di beberapa desa
  2. Penanganan teknis yang berdampak kawasan, seperti air bersih yang lokasi sumber airnya terletak di salah satu desa. tetapi airnya dibutuhkan oleh desa-desa tetangganya.
Persoalannya adalah ketika akan menetapkan kewenangan tersebut, siapakah yang berhak menentukan? Pemerintah di atasnya, pemerintah daerah atau pemerintah pusat? Dibutuhkan kajian lebih dalam di level sektor terkait hal ini.
D. Nomenklatur Bansos
Selanjutnya tentang skema pembiayaan PNPM dan sejumlah program sektor yang selama ini masih melalui mekanisme bansos juga menjadi isu penting. Seharusnya tidak ada lagi dana BLM sektor yang dilewatkan melalui nomenklatur anggaran Bansos (PMK 81 tahun 2012). Menurut ketentuan tersebut, hanya 2 urusan pemerintahan yang dapat difasilitasi melalui nomenklatur dana bansos, yaitu terkait dengan bencana dan kegiatan sosial. KPK pada awal tahun 2014 ini pernah mengatakan bahwa pencairan dana bansos meningkat di 14 kementerian menjelang Pemilu 2014. KPK juga menemukan indikasi peningkatan pencairan dana bansos di daerah hingga 30 persen. Rangkaian kekhawatiran tersebut yang kemudian melahirkan kebijakan untuk membatasi pemanfaatan nomenklatur bansos untuk dana sebatas penanganan bencana (BNPB) dan kegiatan sosial charity (Kemensos). Diluar kedua sektor tersebut, pemanfaatan nomenklatur Bansos untuk pengiriman BLM dilarang. Selama ini PNPM, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan masih melalui mekanisme Bansos.
Pembangunan di Desa kerap dikategorikan dalam skala lokal atau skala desa. Pasal 19 UU Desa menentukan skala lokal dan skala desa tersebut untuk memberikan kejelasan perbedaannya. Yang dimaksud dengan skala lokal adalah level kemampuan desa dalam menjalankan pembangunan. Jika terkait dengan teknologi, desa harus diback up oleh pemerintah di atasnya. Jika tidak, maka desa akan menemui kesulitan, karena teknologi bukan kompetensi desa. Aspek inilah yang disebut dengan pembangunan berjenjang. Pemerintah di level atasnya wajib mengambil alih proses pembangunan yang tidak dapat dilaksanakan oleh desa. Pertanyaan yang masih menggantung adalah, apakah jika sudah tidak ada lagi BLM pasca UU Desa, pembiayaan BLM dapat diganti dengan pembiayaan kementrian? Ke depan skema BLM tidak ada lagi karena akan dialokasikan menggunakan dana ADD. Rekomendasi yang sedang diusulkan adalah menggantikan Bansos dengan Belanja Modal.
UU Desa bagaimanapun juga tetap perlu didukung oleh sektor melalui program dan pendampingan. Sektor-sektor ini sedang mengukur sejauhmana peranannya dan keterlibatannya dalam pelaksanaan UU desa nantinya. Dalam perencanaan kawasan, harus diperjelas bagaimana fasilitasi oleh masing-masing level pemerintahan, PJOK, Camat dan jajarannya.

E. OVOP: Cold Storage dan Pengolah Air Asin Harus Mengacu pada Renstra Desa
Audiensi dengan stakeholders dan masyarakat di Desa Jorok Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa dilaksanakan pada tanggal 18 September 2014 berlangsung seru. Hampir semua yang hadir menggunakan hak bicaranya. Tidak diceritakan mengapa desa ini bernama Jorok. Beberapa orang yang dikonfirmasi menyebutkan bahwa desa ini dulu kumuh dan tak terawat sebelum dikembangkan. Masyarakatnya memiliki kebiasaan primitif yang tak ramah lingkungan. Versi lain menyebutkan bahwa desa ini disebut Jorok karena letaknya yang menjorok ke dalam hutan.
Ilustrasi: Cold storage untuk penyimpanan ikan di TPI
Camat dalam sambutannya, mengatakan bahwa UU Desa sudah dekat untuk direalisasikan. Ia berharap ada kejelasan bagaimana merespon UU Desa. Setidaknya para stakeholders dan Kepala desa diberikan pembekalan terlebih dahulu sebelumnya. Sementara itu Kades Jorok mengatakan bahwa banyak program di desanya yang berlabel PNPM. Sejauh ini PNPM PISEW dan PNPM Pedesaan cukup membantu akses jalan untuk transportasi dan pengangkutan hasil pertanian. Selain PNPM, MP3KI juga dipilotprojectkan di Desa Jorok. Pembangunan lintas desa di Kecamatan Utan bahkan meliputi 5 desa. Sejauh ini difasilitasi oleh BKAD. Isnaini (Koordinator BKAD) berharap, pasca berlakunya UU Desa, terdapat Program yang mampu memfasilitasi Program Lintas Desa, seperti misalnya; cold storage di kawasan pesisir yang dapat digunakan bersama-sama oleh para nelayan di desa – desa Kecamatan Utan.
Kecamatan Alas berbatasan dengan Kecamatan Utan di Kabupaten Sumbawa didampingi oleh PNPM. Kecamatan Alas adalah lokasi PNPM Perkotaan sejak tahun 2007. Didampingi oleh PLPBK sejak tahun 2012. Di Kec Labuhan Bajo (dermaga), pembangunan fisik yang dilaksanakan adalah membangun prasarana yang mampu membuat air asin menjadi air tawar senilai Rp. 1.8 M. Namun anehnya program ini tidak diketahui oleh kepala desa maupun masyarakat. Diduga program ini adalah program pusat, yang tidak dilaksanakan berkoordinasi dengan desa. Ke depan, untuk membangun lintas desa, diperlukan koordinasi yang lebih intens. Apalagi di Kec Utan dilaksanakan banyak program seperti PISEW, PUAP, PUMP, Pugar, dan PNPM GSC (PNPM Generasi). Semestinya hal ini tidak terjadi
Selain lintas desa, program Pengolahan air asin menjadi air tawar juga bersifat lintas sektor. Artinya selain mengacu kepada “Renstra” Desa, mestinya program semacam ini juga harus mengacu pada Rencana kerja masing-masing sektor. Harapannya pembangunan dapat dikoordinasikan bersama secara transparan. Seandainya “master plan” desa dan antar desa (yang saat ini telah mengacu kepada RTRW) digunakan sebagai acuan, maka tidak akan terjadi pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak diketahui oleh masyarakatnya. Level pembangunan yang melibatkan beberapa perencanaan desa, disebut dengan pembangunan kawasan.
Menurut Camat Utan, Langkah Koordinasi antar program secara Horizontal, telah dilakukan di level Kecamatan. Namun entah mengapa ada saja yang mengandaskannya. Kini Camat mengupayakan koordinasi antar desa dalam bentuk Koordinasi Desa Sektor (KDS) sebagai wadah untuk mengintegrasikan semua fasilitator dan programnya. Dengan demikian, pasca UU Desa, akan makin terbuka peluang sektor - sektor untuk mewarnai pembangunan desa.
Perwakilan Badan Keswadayaan Desa (BKD) meminta untuk menurunkan regulasi dan pendampingan di level kecamatan ke level desa/kelurahan. Selama ini pendampingan di level kecamatan menciptakan gap. UPK (PNPM Mandiri Pedesaan) di level kecamatan tidak mengetahui usulan teknis pembangunan yang dilaksanakan di level desa. Terlampau sulit pelaksanaannya jika UPK hanya berperan sebagai penyalur dana di tingkat kecamatan ke desa-desa, yang notabene masih harus berkompetisi untuk mendapatkannya. Akibatnya, sejumlah interest turut menyertai kompetisi dan pelaksanaan program tersebut.

F. Rekomendasi Kepala Desa dan Elemen Masyarakat
Melalui kajian ini, seluruh masukan kepala desa, camat, lembaga-lembaga desa, tokoh masyarakat dan SKPD tersebut dicatat dan akan dijadikan sebagai bahan utama bagi TNP2K dan kementerian/lembaga untuk merekomendasikan klausul-klausul penting ke dalam perangkat perundang-undangan organik yang ada di bawah UU Desa, menyusul PP no 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Desa dan PP no.60 tahun 2014 tentang Anggaran Dana Desa yang telah diterbitkan. [KMP-2]


Editor: Nina Firstavina