PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan
Bersama Membangun Kemandirian

Kamis, 04 September 2014

Siapkan TOT PPMK, OC-3 Kalbar marathon selenggarakan rapat

Tidak ingin rendah dalam pencapaian tujuan TOT, tim pemandu dari OC 3 kalbar melakukan rapat marathon mulai dari membahas materi yang akan disampaikan hingga teknis penyelenggaraan dimana rencananya TOT akan dilaksanakan pada 8-14 September 2014 di Gedung Zamrud Pontianak.

Peserta TOT PPMK adalah seluruh Tim Korkot/Askot CD mandiri serta Tim fasilitator dari 5 Kabupaten/Kota se-Kalbar yang didampingi oleh PNPM Mandiri Perkotaan atau sebanyak 54 orang yang akan dimobilisasi dari lokasi dampingan masing-masing yang nantinya akan dibagi menjadi 2 kelas besar pelatihan. Dari 88 Desa/Kelurahan dampingan, ditahun ini terdapat 22 Kelurahan/desa yang memperoleh program PPMK 2014.

"Tak kurang telah 6 kali rapat telah dilaksanakan untuk mendetilkan persiapan TOT ini, bahkan tak jarang kami harus pulang dari kantor lebih larut dari biasanya, tak lain harapan kami agar pelatihan nanti dapat berjalan sukses, lancar dan produktif melahirkan peserta yang siap berjuang dilapangan pada masa pendampingan nantinya" ungkap tenaga ahli PPMK, effendi.

PPMK atau singkatan dari Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas merupakan program lanjutan intervensi PNPM Mandiri Perkotaan dari Phase berdaya menuju mandiri. PPMK difokuskan untuk memperkuat dan mengembangkan KSM sebagai wadah masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya secara berkesinambungan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif dan kreatif.

Menurut Komala Erwan, TL OC 3 PNPM Perkotaan Provinsi Kalbar "Dengan penyelenggaraan Training of Trainer atau TOT PPMK ini, diharapkan para peserta yang merupakan para pendamping langsung ditingkat masyarakat benar-benar siap dalam mengawal dan mensukseskan tujuan program agar masyarakat miskin yang menjadi penerima manfaat langsung dari program ini dapat meningkat penghidupan mereka secara berkelanjutan yang pada akhirnya dapat keluar dari permasalahan kemiskinannya".

"Dalam upaya mensukseskan program ini di Kalimantan Barat, selain difasilitasi oleh konsultan, tak terkecuali peran Pemerintah Daerah sebagai penanggungjawab strategis ditingkat daerah untuk dapat bersama-sama mengawal dan memonitor berjalannya program agar target program dilingkup lokal dapat kontributif dalam upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah. Diharapkan pula dengan adanya program ini, dapat menjadi awal keberlanjutan program secara permanen didaerah yang apabila dinilai sukses menurunkan angka kemiskinan dapat ditindaklanjuti dengan melakukan replikasi/adopsi program dengan memaksimalkan alokasi APBD untuk diterapkan pada Kelurahan/Desa lain yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi sehingga perlu diintervensi dengan program yang sama" Tegas Komala.

Untuk memperoleh informasi lengkap dan lebih lanjut mengenai program dapat secara langsung berkunjung ke Kantor PNPM Mandiri Perkotaan Kalbar di Jalan Abdurrahman Saleh Komplek Bapindo No. 1 Pontianak atau melalui e-mail : pnpmcity.kalbaroc3@gmail.com







oleh : Agus Sarwoko

TA LG-PP pic Socialization Specialist
OC-3 Provinsi Kalimantan Barat

Hadapi UU Desa, Ingatlah Kembali Siapa Kita Sebenarnya



Jakarta, 3 September 2014

Oleh:
Nina Firstavina, SE
Editor Web
PNPM Mandiri Perkotaan   
Melanjutkan tulisan terkait kegiatan Kelompok Belajar Internal Konsultan (KBIK), kali ini membahas pemaparan Sonny H. Kusumah, sang “Bapak Elang”. Ia adalah salah seorang konseptor Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cikal bakal PNPM Mandiri Perkotaan. Pertanyaan pertama yang diajukan Sonny sangat singkat, tapi mendalam, “Kita ini siapa, sih?”
Seperti diberitakan sebelumnya, KBIK se-KMP PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan di Kantor KMP wilayah 2, Jl. Danau Toba, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2014. KBIK bertema Undang-undang (UU) Desa ini dihadiri oleh seluruh Team Leader (TL), Tenaga Ahli (TA) dan sejumlah sub TA KMP, baik wilayah 1 maupun wilayah 2. Adapun narasumbernya adalah Hari Prasetyo dari Advisory PNPM Mandiri Perkotaan dan Sonny H. Kusumah, dengan TL KMP wilayah 2 Kurniawan Zulkarnaen sebagai moderator KBIK.












Sonny H. Kusumah sebagai narasumber dalam KBIK KMP PNPM Mandiri Perkotaan

Menurut Sonny, kemungkinan besar memang PNPM akan berakhir tahun 2015, karena sudah tidak ada lagi pembahasan mengenai anggaran untuk PNPM tahun-tahun berikutnya. Namun, masih tercetus harapan-harapan agar PNPM terus berjalan seterusnya. “Yang penting jangan takut kita akan bubar. Biasa saja. Makanya pertanyaan saya tadi, kita ini siapa?”
Rupanya pertanyaan Sonny tadi mencoba mengingatkan kembali para pelaku pemberdayaan atas identitas dirinya. “Kita ini adalah bagian kecil dari komunitas pemberdayaan. Komunitas PNPM. Dan bagian kecil dari Cipta Karya dan PBL (Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum—Red.) Artinya, kalau kita mau terus mengembangkan PNPM Mandiri Perkotaan, ya kita harus siap, karena kendaraan kita akan banyak,” tegas Sonny.
Ia menambahkan, di sisa waktu delapan bulan ke depan ini, personel PNPM Mandiri Perkotaan—para pemberdaya—harus menciptakan kondisi bahwa program ini patut dilanjutkan. “Tapi harus siap-siap, tidak harus dengan kereta yang sama. Bisa jadi ikut kendaraan lain. Yang pasti esensi pemberdayaan itu lanjut,” cetus dia.
Lebih lanjut, Sonny mengingatkan, Direktur PBL Imam Santoso Ernawi adalah seorang arsitek, yang biasanya melihat segala sesuatu dari sisi keindahan. Maka, bisa jadi yang ingin dilihatnya adalah keterpaduan atau integrasi. “Jadi tunjukkan kalau kita bisa melakukan 100-0-100,” tegas Sonny. Yang dimaksud dengan “100-0-100” adalah target RPJMN tahun 2015-2019 yang dikenalkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, yakni 100% akses air minum, 0% kawasan permukiman kumuh dan 100% akses sanitasi layak. “Untuk mencapai target 100 (persen) sih bisa saja dilakukan. Mencapai 0 ini yang sulit. Apalagi pasca 2015, target capaiannya tidak lagi Millenium Development Goals (MDGs), tapi sudah Sustainable Development Goals (SDGs).
Sonny juga menyebut soal kemungkinan di dalam Kementerian Pekerjaan Umum akan mengatur bahwa lokasi perkotaan akan masuk ke P2KP, sedangkan perdesaan masuk ke PPIP. “Artinya jangan heran kalau ada penciutan. Karena semua desa akan keluar. Kita hanya mengurus kelurahan. Kita, sebagai bagian dari Cipta Karya (Kementerian Pekerjaan Umum—Red.) harus mulai mengadvokasi, memengaruhi, agar program-program PPIP mau mengadopsi mekanisme P2KP. Sebab, Fasilitator Kelurahan (Faskel) kita adalah resource (sumberdaya) yang inginnya terus dipelihara. Soalnya, Faskel itu kan sudah berpengalaman dan sudah dilatih. Akan lebih mudah menjalankan program dengan orang-orang yang sudah dilatih daripada yang masih fresh,” tandas dia.

Peserta KBIK KMP PNPM Mandiri Perkotaan mendengarkan penjelasan Kurniawan Zulkarnaen

Soal advokasi dan “kemasan” program, menurut Sonny, pelaku PNPM Mandiri Perkotaan harus berhati-hati dengan “kemasan-kemasan” tersebut. Hati-hati dalam mengusung program dengan Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas (PPMK) atau Livelihood. “Bukan perkara gampang mendorong program baru (agar diadopsi program lain). Dulu untuk P2KP saja kami setengah mati mendorongnya ke DPR/MPR, sambil meyakinkan bahwa Cipta Karya lah yang paling cocok mengusung program PLPBK. Karena pasti akan ada tarikan-tarikan dengan kementerian lain, jadi bermainlah secara lebih strategis dan taktis. Pilihlah mana yang penting dan genting,” urai Sonny.
Paparan tersebut ditutup dengan kesimpulan oleh TL KMP wilayah 2 PNPM Mandiri Perkotaan Kurniawan Zulkarnaen. “Kita adalah konsultan. Konteks pemberdayaan ke depan tidak jadi masalah apa “kendaraannya”. Yang penting adalah tujuannya adalah mencapai cita-cita kita, yakni memberdayakan masyarakat. Mengingat Dirjen kita latar belakangnya arsitektur, artinya ingin ada keterpaduan. Jadi itulah fokus kita ke depan. Dan, melihat kemungkinan ke depannya, akan ada fokus pemberdayaan masyarakat perkotaan. Akan ada penciutan. Kira-kira kita akan kembali ke P2KP lagi,” katanya.
UU Desa Tidak Revolusioner
Pada kesempatan itu, TL KMP wilayah 1 PNPM Mandiri Perkotaan Catur Wahyudi dengan tegas mengatakan bahwa UU Desa tidak revolusioner. Malahan sebaliknya. Apalagi jika dikaitkan dengan konteks masyarakat madani ke depannya. Potensi yang ada adalah situasi Sosial Politik semakin menguat. Pertama, potensi kemandirian desa akan terganggu. Kedua, ancaman terhadap social capital. “Budaya gotong royong juga akan terintervensi,” ujarnya.
Meski begitu, Catur Wahyudi mengatakan, sejumlah skenario bisa dilakukan mengantisipasi hal tersebut. Pertama melihat segmen desa. Apa yang sudah dimiliki. Apakah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) akan tetap diakui? “Saya kok pesimis BKM akan tetap diakui. Yang jelas dalam segmen ini harus dijadikan kendaraan yang bisa mengakselerasi instrumen-instrumen pembangunan desa. Misalnya UPK, berpotensi menjadi Bumdes. Jadi pusat pemberdayaan ekonomi desa. Bagaimana dengan UPL? Ya jadi komunitas relawan infrastruktur yang bergerak memperkuat ke infrastruktur. Masalahnya, potensi konflik juga akan tinggi,” urai dia.
Atau dalam kata lain, mengutip kesimpulan TL KMP wilayah 2 Kurniawan Zulkarnaen, yang ingin dicapai oleh kita adalah keseimbangan civil society dan local government.
Dalam KBIK bertema UU Desa ini, narasumber Hari Prasetyo menambahkan paparan terkait permintaan Program Manager Unit (PMU) yang meminta rencana kerja (Masterplan) kepada pihak KMP wilayah 1 dan KMP wilayah 2. Menurutnya, satu hal yang wajib diperhatikan adalah target capaian 100-0-100. Menurut Haripras, begitu panggilan akrab Hari Prasetyo, guna memuluskan target 100-0-100 ini PNPM Mandiri Perkotaan harus berperan sebagai city changer. Bentuk dan galakkan komunitas bangun kota, atau dikenal sebagai Gerbang Kota—Gerakan Membangun Kota.
Lebih lanjut, upaya lain dalam menghadapi UU Desa, empat elemen PNPM Mandiri Perkotaan harus bersatu padu. Keempat elemen itu adalah konseptor, implementator, administrator dan negosiator. Konseptor berarti pihak yang mengonsep program dan “aturan main”-nya. Implementator adalah pihak yang mengimplementasikan konsep dari elemen konseptor tersebut. Administrator berarti pihak yang mendokumentasikan semua kegiatan program, sehingga memudahkan menelusuri rekam jejak kegiatan. Negosiator adalah pihak yang melakukan negosiasi terkait kegiatan program. [Redaksi Web]
Editor: Nina Firstavina

Hadapi UU Desa, Ini yang Harus Dilakukan Fasilitator

Jakarta, 29 Agustus 2014

Oleh:
Nina Firstavina, SE  
Editor Web
PNPM Mandiri Perkotaan  
Menghadapi pelaksanaan Undang-undang No.6/2014 tentang Desa, beberapa hal hendaknya dilakukan oleh para pendamping masyarakat, mulai dari Fasilitator wilayah sampai konsultan tingkat Pusat. Salah satunya adalah memperkuat eksistensi kelembagaan, dalam hal ini Badan/Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM).
Hal tersebut ditegaskan oleh pihak Advisory PNPM Mandiri Perkotaan, yang diwakili oleh Hari Prasetyo, dalam kegiatan Kelompok Belajar Internal Konsultan (KBIK) se-KMP PNPM Mandiri Perkotaan, di Kantor KMP wilayah 2, Jl. Danau Toba, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2014. KBIK ini dihadiri oleh seluruh Team Leader (TL), Tenaga Ahli (TA) dan sejumlah sub TA KMP, baik wilayah 1 maupun wilayah 2. Sebagai narasumber adalah Hari Prasetyo dari Advisory dan Sonny H. Kusumah, sang “Bapak Elang”, salah seorang konseptor Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
KBIK kali ini mengangkat tema UU Desa yang menjadi isu hangat di lapangan dan di Pusat sendiri. Namun, sebelum melanjutkan pembahasan, Haripras—panggilan akrab Hari Prasetyo, menegaskan bahwa apa yang dibahas dalam KBIK merupakan wacana, sharing pemikiran dan prakiraan strategi ke depan. Bukan merupakan an sich (harafiah) kebijakan baru.
Hari Prasetyo dari Advisory PNPM Mandiri Perkotaan membahas Implikasi UU Desa terhadap PNPM Mandiri Perkotaan dalam KBIK KMP PNPM Mandiri Perkotaan
Kembali ke penguatan eksistensi BKM, Haripras menekankan, PNPM Mandiri Perkotaan harus berupaya bagaimana agar BKM ini diakui dan masuk ke dalam kategori lembaga kemasyarakatan atau mitra pemerintah desa. “Keberadaannya, peran dan fungsinya, termasuk kapasitas BKM, itu semua harus diperkuat. Dengan begitu BKM akan aktif diundang dalam kegiatan partisipatif, seperti Musrenbangdes. Malahan kita dorong agar BKM menjadi panitia Musrenbangdes,” tegas dia.
Hal ini dilakukan mengingat dalam UU Desa hanya menyebutkan “lembaga kemasyarakatan desa” dan tidak disebut BKM. Artinya posisi BKM masih abu-abu di desa. “Ini bukan lagi persoalan berbadan hukum, sah atau tidak sah. Dari sisi eksistensi, ya memang BKM/LKM harus diakui. Jadi orientasinya gimana? Ya perkuat (eksistensinya),” kata Haripras. Selain memperkuat eksistensi, lanjutnya, BKM juga harus dirasakan kemanfaatannya, baik bagi masyarakat maupun aparat.
Kenapa keberadaan BKM harus diperkuat dan dirasakan manfaatnya? Menurut Haripras, di UU Desa, ada kebijakan One Village One Plan (OVOP) atau satu desa satu perencanaan. Hal ini akan mengakibatkan BKM yang ada di lokasi desa tidak akan bisa lagi melahirkan Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis). Perencanaan yang diterima hanyalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). “Di PNPM Perdesaan, RPJMDes ini sudah jalan, karena ada PNPM Integrasi. Di kita belum ada. Kita belum menggarap dengan baik. Jadi sekarang orientasi kita, gimana agar PJM Pronangkis kita itu dimasukkan ke RPJMDes,” ujarnya.
Dengan demikian, menurut Haripras, salah satu hal yang bisa dilakukan mulai sekarang adalah melakukan pemetaan BKM; mana BKM yang sudah sering dilibatkan dalam Musrenbangdes dan mana yang belum. “Kalau BKM sudah sering dilibatkan dalam Musrenbang kan sudah enak ke depannya. Partisipasinya sudah tinggi. Kalau ada pemetaan, bisa kita klasterkan dan bisa dirancang strategi kerjanya,” tandas dia.
Di Mana ada Duit, di Situ Ada Korupsi
KBIK KMP PNPM Mandiri Perkotaan bertema UU Desa dimoderatori oleh TL KMP wilayah 2 Kurniawan Zulkarnaen dan dihadiri oleh seluruh TA dan Sub TA KMP wilayah 1 dan 2 PNPM Mandiri Perkotaan
Bicara UU Desa, artinya bicara juga urusan uang. “Di mana ada duit, di situ ada korupsi. Ini ada benarnya. Malahan ada yang menyebutkan, kalau UU Desa diberlakukan, penjara bisa penuh. Nah, antisipasi kita, gimana caranya supaya penjara ngga penuh?” kata Haripras.
Ia mengutip ucapan Sonny Kusumah terdahulu, “Uang itu bisa berkah, bisa juga musibah”. Maka, lanjut Haripras, agar uang bisa jadi berkah, pendamping harus mampu menguatkan kapasitas, baik level masyarakat maupun level aparat desa. Namun, apa yang harus dikuatkan? “Ini berbeda-beda orientasinya. Di masyarakat, yang harus dibangun adalah kontrol sosial, dari masyarakat ke (pemerintahan) desa. Kontrol sosial adalah tingkatan partisipatif yang paling tinggi,” katanya.
Lalu, bagaimana penguatan kapasitas level aparat desa? Menurut Haripras, ada beberapa hal mekanisme PNPM Perkotaan. Pertama, tugas pendamping adalah mengkoridori agar perencanaan siklus PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan dengan baik dan tepat waktu.
Kedua, bagaimana agar administrasi desa itu auditable (mudah diaudit) dan transparan. “Ini dilakukan secara gradual (bertahap), tapi auditable. Kalau sudah transparan maka kontrol sosial bisa dilakukan oleh masyarakat. Kalau dua hal ini tidak dimasukkan bersama-sama, maka berpotensi konflik,” tegasnya.
Ketiga, merujuk Peraturan Pemerintah (PP) No.43/2014 tentang Pelaksanaan UU Desa, disebutkan bahwa setiap akhir Tahun Anggaran, desa harus membuat laporan pertanggungjawaban. “Untuk itu kita harus mengawal bagaimana agar desa tertib administrasi,” kata Haripras.
Keempat, melembagakan agar desa melakukan audit (independen) sebelum diaudit oleh BPK, dalam rangka akuntabilitas dan transparansi.
“Kalau itu semua kita lakukan maka semua bisa berjalan dengan baik dan penjara ngga jadi penuh,” tandasnya.
Sesi “Implikasi UU Desa terhadap PNPM Mandiri Perkotaan” oleh Haripras ditutup oleh kesimpulan yang dipaparkan oleh TL KMP wilayah 2 Kurniawan Zulkarnaen. Menurutnya, ada orientasi dan reorientasi Faskel karena aturan OVOP tadi. “Jika tiba-tiba dana Rp1 – 1,5 miliar turun ke desa, akan cenderung banyak korupsi. Dengan begitu, kita perlu memperkuat masyarakat dan aparatnya. Inilah wacana dari PNPM Mandiri Perkotaan terkait UU Desa,” tegas Kurniawan Zulkarnaen.
Ikuti berita selanjutnya dari KBIK bertema “Pembahasan UU No.6/2014 tentang Desa”, membahas pemaparan narasumber Sonny H. Kusumah di website ini. [Redaksi Web]

Rabu, 03 September 2014

Seremnya penampakan mumi.....


Peristiwa tragis pada masa lampau meninggalkan pembelajaran penting untuk masa kini. Penyakit-penyakit yang sekarang sudah dengan mudah disembuhkan, ternyata menjadi wabah mengerikan pada masa lalu, dengan akibat-akibat yang juga mengerikan. Dengan pembelajaran, sejarah tidak perlu berulang.
Untuk urusan jalan-jalan, jika Anda termasuk jenis orang yang lebih suka The Mutter Museum daripada Abad Pertengahan, dan lebih suka naik kuda daripada minivan, Meksico bisa jadi merupakan tempat sempurna untuk menjadi tujuan wisata.
Seperti dilansir Liputan6.com dari Roadtrippers (01/09/2014), ada saja hal-hal aneh di sana. Ada La Popular, suatu toko perlengkapan pernikahan di mana suatu mayat menjadi model pakaian-pakaian pernikahan, ada patung mengerikan yang terbuat dari bagian-bagian tubuh manusia di Gereja Immaculate Conception, atau Pulau Boneka (Isla de las Muñecas), di mana ribuan boneka dikabarkan hidup kembali pada malam hari dan membunuhi hewan-hewan.
Suatu tujuan wisata yang paling menyeramkan adalah museum yang didirikan untuk menyimpan mayat-mayat, termasuk satu mayat wanita yang meninggal karena dikubur hidup-hidup.
The Mummies of Guanajuato di Meksico memiliki riwayat yang sedih namun menarik yang bermula pada wabah kolera pada tahun 1833. Sekitar 30 puluh tahun setelah wabah itu, pemakaman kota menjadi penuh sehingga terjadi kekurangan serius akan ruang pemakaman. Sebagai upaya untuk memperbaiki masalah itu, Guanajuato menerapkan pajak yang menuntut para keluarga untuk membayar penguburan saudara-saudara mereka.
Pada suatu masa, pajak itu pernah mencapai 170 peso per tahun untuk 3 tahun. Sayangnya, kebanyakan warga tidak mampu membayar atau tidak peduli, sehingga 90% kuburan itu terbengkalai.
Lalu apa yang terjadi dengan jasad-jasad yang dikeluarkan paksa? Kota Guanajuato tinggal membawanya ke pergudangan kota untuk penyimpanan. Setelah tersiar kabar bahwa bangunan itu menyimpan banyak jenazah yang menjadi terawetkan secara alamiah, para wisatawan perlahan-lahan mendatangi kota itu karena ingin melihat ruang penyimpanan yang terkutuk itu.
Para penjaga kuburan, yang ingin mencari keuntungan keuangan dari ketenaran tempat itu, mulai memungut sejumlah uang sebesar beberapa peso untuk mereka yang ingin masuk ke dalamnya. Gagasan itu menjadi besar sehingga akhirnya tempat itu dijadikan museum resmi dengan nama De Museo De Las Momias.
Pada 1958, disetujuilah undang-undang yang melarang pameran jenazah, tapi pada saat itu museum tersebut sudah sangat terkenal sehingga dibiarkan dan terus memamerkan jasad-jasad. Museum itu semakin terkenal melalui film 1970-an yang berjudul Santo Versus the Mummies of Guanajuato. Film itu menceritakan tentang seorang Santo yang berperang melawan mumi-mumi di museum itu, yang secara sihir hidup kembali.
Saat ini museum tersebut tetap menjadi suatu tempat tujuan wisata terkenal di seluruh negeri, dan menyimpan 108 mayat berbagai ukuran dan usia kematian, termasuk satu mumi terkecil di dunia, yakni suatu janin dari wanita yang menjadi korban wabah kholera.


Namun demikian, mumi yang paling terkenal adalah Ignacia Alguilar, seorang wanita yang belakangan diketahui telah terkubur hidup-hidup.
Di tengah-tengah wabah kolera itu, korban-korban yang meninggal dikuburkan sesegera mungkin supaya mencegah penyebaran penyakit tersebut. Lazimnya, mereka yang meninggal dimakamkan dalam waktu satu hari setelah kematiannya. Dapat dibayangkan, dengan kurangnya pengetahuan kedokteran dan sempitnya waktu untuk penguburan berakibat kepada beberapa kesalahan. Ignacia adalah salah satu di antaranya.
Ignacia Aguilar memiliki kondisi kesehatan yang khas yang menyebabkan jantungnya kadang-kadang berhenti, atau berdetak secara lembut sehingga tidak mudah dideteksi.
Ia memiliki keadaan itu seumur hidupnya namun tidak pernah menjadi sakit karenanya. Namun setelah ia menderita kolera, keluarganya mengira ia meninggal dan tergesa-gesa menguburkannya.
Beberapa tahun kemudian, ketika jasadnya dikeluarkan karena keluarganya tidak membayar pajak pemakaman, ia didapati bertelungkup di dalam peti matinya, dengan jidat yang dipenuhi cakaran-cakaran. Mulutnya penuh dengan darah karena menggigiti tangannya sendiri. Jasadnya masih dipajang di museum itu dan mulutnya masih ternganga lebar karena berteriak di dalam peti matinya.
Ada suatu kasus yang sangat mirip, yaitu penguburan hidup-hidup seseorang yang mengidap penyakit kolera di Edisto Island Presbyterian Church di Negara Bagian California, Amerika Serikat.
Biaya masuk ke Museo de Las Momias adalah 55 peso, atau sekitar US$ 4,25 (sekitar Rp 50 ribu). Dengan tambahan beberapa dolar AS, pengunjung diperbolehkan untuk mengambil semua foto-foto menyeramkan sesukanya. Silakan saja orang-orang bersenang-senang liburan musim semi di Cancun di Mexico dengan pantainya yang indah itu, tapi tidak banyak orang yang selfie dengan mumi.

Ada beberapa tempat mumi lain misalnya Ye Olde Curiosity Shop di Kota Seattle, Negara Bagian Washington, 

tempat Sylvester dan Sylvia, yang adalah dua mummi yang terawetkan paling bagik di dunia. Ada juga 

Barbour County Historical Museum, yang memajang korban-korban ilmuwan-ilmuwan gila. (Riz)


sumber : https://id.berita.yahoo.com/seramnya-penampakan-mumi-di-museum-132341381.html