PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan
Bersama Membangun Kemandirian

Sabtu, 08 November 2014

Tujuh Alasan Mengapa Jokowi-JK Perlu Lanjutkan Program PNPM

Semarang, 3 November 2014

Oleh:
Suyono, SE, MM. Pemandu Nasional/TA MK   
OSP 5 Provinsi Jawa Tengah  
PNPM Mandiri Perkotaan
Tantangan terbesar keberlangsungan program pemberdayaan saat ini adalah meyakinkan rezim yang baru berkuasa akan manfaat pemberdayaan dan kesabaran dalam melakukan institusionalisasi. Pemberdayaan baru terkonsolidasi manakala ia menjadi satu-satunya metode pembangunan yang disepakati.
Semakin tinggi keyakinan semua pihak bahwa pemberdayaan adalah satu-satunya jembatan untuk menggapai kesejahteraan, semakin terkonsolidasi pemberdayaan di negara kita. Sebaliknya program pemberdayaan berada dalam ancaman ketika semakin banyak aktor yang luntur kepercayaannya terhadap pemberdayaan dan memiliki skenario lain yang berlawanan dengan pemberdayaan.
Pergantian rezim telah menimbulkan kerisauan serius bagi para pelaku pemberdayaan tentang keberlangsungan program PNPM. Atas nama sistem pemerintahan presidensial murni hasil amandemen UUD’45 maka pemerintahan yang baru akan menjalankan program pembangunan sesuai janjinya sewaktu kampanye. Konsekwensi logis dari pemilihan presiden secara langsung. Bila tidak demikian justru aneh, karena berakibat tidak dipilih lagi oleh rakyat untuk masa jabatan berikutnya.
Ada perbedaan orientasi pembangunan dengan era pemerintahan sebelumnya. Sejumlah program digagas untuk mendorong program ekonomi kerakyatannya. Yang santer dilansir oleh berbagai media adalah program-program berikut: 1). Kartu Indonesia Pintar untuk membantu anak-anak bersekolah dan Kartu Indonesia Sehat agar masyarakat bisa memperoleh perawatan kesehatan secara gratis; 2). Pembangunan ruas jalan tol di atas laut yang menghubungkan antar pulau yang akan mengakselerasi pembangunan di Indonesia wilayah timur dan derah terpencil; 3). Penuntaskan proyek Jalan Tol Trans Jawa yang akan disempurnakan dengan mendorong sejumlah proyek jalan tol baru untuk dibangun di jalur selatan Pulau Jawa; 4). Pembangunan perumahan rakyat dan kawasan pemukiman; 5). Program kedaulatan pangan beserta seluruh infrastrukturnya. Sembilan juta hektar akan digarap untuk meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia dengan mencetak sawah, ladang dan kebun yang akan diberikan kepada petani gurem dan buruh tani secara cuma-cuma. Akan dibangun sistem irigasi, waduk, penyediaan lahan pertanian baru termasuk penyediaan subsidi pupuk; 6). Mendorong penguatan desa serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Kabinet Jokowi-JK telah terbentuk dan dilantik 27 Oktober 2014 lalu dengan sebutan Kabinet Kerja. Namun model pembangunan yang menjamin pemenuhan kebutuhan dan hak-hak masyarakat pinggiran dan terpinggirkan belum kita ketahui. Kita menyaksikan bahwa PNPM telah memberikan kemanfaatan yang jelas bagi masyarakat banyak. Alasan-alasan mendasar berikut bisa kita usung untuk meyakinkan rezim baru agar program PNPM dipertimbangkan untuk dilanjutkan.
Pertama, Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi. Permasalahan kemiskinan di Indonesia tergolong serius. Jumlah penduduk yang berada di dalam garis kemiskinan pada September 2013 sebesar 28,07 juta atau sebesar 11,47%, dari total penduduk Indonesia. Jumlah pengangguran terbuka masih cukup tinggi, mencapai 7,4 juta jiwa atau 6,25% dari total angkatan kerja. Gini index memburuk dari 0,34 menjadi 0,41. Akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, permodalan/kredit, dan informasi masih menjadi permasalahan utama bagi si miskin.
Kedua, Kedepankan Partisipasi, Demokratisasi, Kesetaraan. Capaian paling berharga atas pelaksanaan PNPM adalah praktik dan kultur pembangunan yang mengedepankan partisipasi, demokratisasi, kesetaraan dan pertimbangan potensi lokalitas dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Bukan semata-mata capaian fisik. Tetapi lebih pada keberhasilan dalam meletakkan sistem dalam membangun keberdayaan masyarakat miskin untuk menolong dirinya sendiri.
Program PNPM merupakan program yang mencerdaskan karena menempatkan warga masyarakat menjadi aktor utama pembangunan. Kaum miskin, kelompok rentan dan perempuan dilibatkan dan terlibat aktif dalam berbagai rembug pengambilan keputusan mulai dari perencanaan, implementasi sampai dengan pengawasannya. Warga masyarakat semakin memiliki keberanian dalam mengartikulasikan isu-isu lokal yang menjadi perhatian mereka. Langgam pembangunan ditentukan oleh warga masyarakat, bukan lagi oleh para elit mana pun. Penentuan prioritas kegiatan, pengawasan dan pertanggungjawaban dilakukan dalam forum musyawarah desa.
Buah pembelajaran tersebut sangat bermakna karena menjadikan warga sebagai mitra strategis pembangunan pemerintah kini dan kedepan. Tak terhitung lagi berapa forum digelar mulai dari taran RT sampai dengan Pusat untuk membangun komitmen antar sesama warga dan antara warga dengan jajaran pemerintahan untuk merajut masa depan yang dicita-citakan.
Kondisi di atas telah memberikan pesan bahwa masyarakat telah mengalami perubahan. Era perencanaan pembangunan berikut implementasinya yang sentralistis, pragmatis-teknokratis, elitis, tanpa menghiraukan realitas empiris lapangan telah berlalu. Prakarsa warga masyarakat kian bertumbuh, juga kemampuannya dalam pengambilan keputusan.
Itu artinya kita tak bisa lagi melaksanakan program sejenis untuk semua daerah tanpa mempertimbangkan karakter sosial, ekonomi maupun budaya setempat. Termasuk menutup telinga terhadap aspirasi kaum pinggiran. Apalagi sekedar alasan belas kasihan.
Gelora partisipasi masyarakat di seluruh penjuru tanah air menunjukkan gerak maju pembangunan.
Ketiga, Tumbuh Suburnya Keswadayaan. Tumbuh suburnya keswadayaan turut meneguhkan keyakinan kita semua atas makna pemberdayaan. Tak akan pernah bisa dilupakan oleh para pendamping harapan dan upaya rumah tangga miskin untuk merubah nasib. Tak bisa dipungkiri pula bahwa program ini telah memotivasi banyak pihak untuk melakukan uluran tangan atau dimanfaatkan pihak yang belum beruntung secara tulus (altruistik). Aneka macam swadaya telah terbukti dapat menjawab persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Keempat, Keberpihakan Kepada Rumah Tangga Miskin. Dalam pelaksanaan PNPM, keberpihakan kepada rumah tangga miskin sangat nyata. Arah penanggulangannya pun jelas.Warga miskin mendapatkan perhatian secara spesifik. Proyek kecil-kecil sesuai dengan kebutuhan rumah tangga miskin tergarap secara fokus dan serius.
Sebanyak 177.990 rumah direhabilitasi. Terhitung 170.438 km jalan kecil, 276549 km Drainase, 13.499 unit fasilitas kesehatan telah dibangun. Sebanyak 205.426 unit infrastruktur dibangun atau direhabilitasi. Belum lagi sarana penerangan, sarana pendidikan, air bersih, MCK, dan lain-lain. Total pemanfaat mencapai 68,7 Juta orang. Dominan warga miskin.
Sedangkan non-infrastruktur, akumulasi dana bergulir PNPM perkotaan telah mencapai Rp. 2,880 triliun dengan total nasabah 632.135 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Sedangkan yang dikelola di PNPM Mandiri Pedesaan telah mencapai 6,6 triliun rupiah, dengan lebih dari 440,000 KSM atau sekitar 4 juta penerima manfaat individu. Belum terhitung total dana sosial untuk peningkatan SDM.
Intervensi tersebut telah mendorong peningkatan pendapatan keluarga anggota PNPM 5% lebih besar dari pada non PNPM dan peningkatan konsumsi per kapita hingga 9,1%. Peningkatkan kualitas program terus diupayakan selaras dengan komitmen bangsa kita terhadap pencapaian MDG’s 2015.
Kesadaran afirmatif yang mendahulukan kaum perempuan sebagai penerima manfaat dan individu ataupun kelompok masyarakat yang nasibnya paling belum beruntung sangat menonjol. Sesuatu yang langka di iklim kehidupan yang kapitalistik dan individualistis sekarang ini. PNPM telah berkontribusi dalam mengurangi jarak disparitas kesejahteraan. Program ini juga telah menyerap tenaga kerja lokal dengan berjuta-juta hari kerja serta memberikan daya ungkit dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
Kesadaran afirmatif tersebut kecuali di P2KP/PNPM regular telah terbukti pula saat penyaluran dana rumah dalam pelaksanaan P2KP Peduli dan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca gempa Jateng, DIY, Aceh, Sumatera Barat dan Pasca erupsi Merapi yang berjalan lancar, nyaris tanpa friksi.
Ketertarikan akan kemanfaatan program dan ketepatan sasaran bagi rumah tangga miskin itulah yang kemudian mendorong banyak Pemda di seluruh penjuru tanah air mereplikasi beberapa atau salah satu program PNPM.
Bila pengurangan subsidi harga BBM akhirnya tak terhindarkan dan pemerintah menelorkan kebijakan kompensasi dalam bentuk bantuan langsung kepada masyarakat, kami sangat mendukung kalau sebagian besar subsidi BBM dipindahkan ke PNPM untuk mengoptimalkan kemanfatannya bagi kesejahteraan warga miskin.
Kelima, Menguatnya Kelembagaan (Institusi) Masyarakat. Badan/Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM) di PNPM Perkotaan atau Badan Kerjasama antar Desa (BKAD) di PNPM Perdesaan adalah lembaga-lembaga yang terbentuk di masyarakat melalui PNPM Mandiri. Pengurusnya terdiri dari kader-kader pemberdayaan terlatih yang menjalankan fungsi sebagai relawan pembangunan.
Mereka bisa menjalankan fungsi sebagai mitra sekaligus penyeimbang (check and balances) birokrasi di tingkat desa/kelurahan guna menjamin terlaksananya tata kelola yang baik. Mereka merupakan subjek penting dalam fasilitasi upaya penanggulangan kemiskinan yang ada di wilayahnya.
Keterpilihan mereka oleh masyarakat tak sebatas pada kecakapan, tetapi pada sifat (baca mental) “bersih”, komit, jujur, adil, berintegritas, teladan, transparan, akuntabel. Sekumpulan sikap yang sesuai dengan visi Pak Jokowi dalam membangun negeri ini. Revolusi mental!
Pemberdayaan telah memberi ruang kepada kelembagaan masyarakat untuk memperkuat dirinya sendiri. Dan para relawan yang jumlahnya terus bertumbuh, sekali lagi adalah asset pemerintah dalam membangun negeri ini.
Keenam, Penyerapan dana. Alokasi dana di program PNPM langsung disalurkan ke lembaga masyarakat dengan cara sederhana, terukur dan berbasis manajemen lokal. Semua kegiatan skala desa dilakukan secara swakelola dengan melibatkan penduduk miskin. Dengan swakelola, hampir 100% terserap sesuai jadual. Itu artinya PNPM mampu memberikan respon secara cepat terhadap problema masyarakat.
Ketujuh, Kebocorannya Sangat-sangat Kecil. Sistem pengelolaan PNPM transparan, terbuka, dengan pembinaan dan pengawasan/audit oleh masyarakat. Dalam pelaksanaannya masyarakat mendapatkan hak untuk mendapatkan akses informasi tentang penyelenggaraan program, mulai dari perencanaan-pelaksanaan hingga hasil-hasilnya. Ini adalah bukti terselenggaranya tata kelola pelaksanaan program yang lebih baik.
Pelaku program memenuhi pertanggungjawaban dengan menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prosedur baku pada setiap tahap kegiatan dengan sanksi yang tegas dan jelas.
Justifikasi diperoleh dari pihak luar untuk membuktikan telah dijalankannya prinsip transparasi dan akuntabilitas dalam mengelola dana. Hasil pemeriksaaan dari Kantor Akuntan Publik, Inspektorat Daerah dan BPKP dapat dijadikan sebagai parameter atas kualitas transparansi dan akuntabilitas tersebut.
Dengan melihat besarnya capaian penyelesaian audit dengan opini wajar tanpa syarat dapat disimpulkan bahwa: 1). Masyarakat awam ternyata mampu berperan sangat baik sebagai pelaku administrasi pembukuan dari banyak kegiatan yang direncanakan dan dilakukannya sendiri. 2). Program terlaksana sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ditetapkan. Sehingga dapat dijadikan modal terbangunnya kepercayaan publik (public trust) dan menjadi “pengungkit” kemitraan dengan stakeholder. 3). Pencapaian tersebut juga memberikan indikasi bahwa secara umum program kegiatan dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif. 4). Sekaligus sebagai petunjuk bahwa sesungguhnya komunitas atau masyarakat telah dapat berperan sebagai pelaku dan pengelola program daripada sekedar sebagai obyek dan pemanfaat.
Keberlanjutan dengan Penyempurnaan
Jadi jika ada yang menyatakan bahwa PNPM tidak relevan lagi karena pemerintahan yang baru memiliki program unggulan lain, sesungguhnya perlu dievaluasi. Pemerintah baru bisa menorehkan penanda keberhasilan pada era pemerintahannya, namun penanggulangan kemiskinan seyogianya menjadi primadona program pembangunannya. Format pembangunannya sah untuk berbeda dengan era sebelumnya, tetapi apa yang telah baik seyogyanya jangan diputus. Kekurangannya lah yang harus dilakukan pembenahan. Sehingga ada dialog pelaksanaan pembangunan antara masa lalu, maka kini dan masa mendatang.
Sebagai program dengan struktur pendampingan yang paling mapan dan berkelanjutan, dalam perjalanannya PNPM menuai kritik terkait dengan persoalan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kemandirian masyarakat. Dua kritik penting diantaranya adalah: 1). Penetapan plafon yang cenderung mengutamakan pembangunan sarana dan prasarana; 2). Program dana bergulir (Revolving Loan Fund atau RLF) yang menekankan pemenuhan ketepatan administrasi tetapi belum banyak meluluskan nasabah sehingga memiliki akses langsung ke bank atau tumbuh menjadi UMKM yang mandiri.
Meski demikian, yang kemudian dibutuhkan adalah penyempurnaan, bukan pada penggantian program. Banyak opsi yang bisa dijalankan untuk mengurangi persoalan dan peningkatan kualitas, seperti penguatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan dan regulasi melalui petunjuk-petunjuk teknis. Yang tak kalah pentingnya adalah akumulasi pengalaman melalui lesson learned, ketekunan dan kegigihan kita. Faktor-faktor tersebut secara bertahap akan menyempurnakan dan menentukan kesuksesan kita .
Hasil-hasil pembangunan boleh usang dimakan usia, faktor alam atau penyebab lainnya. Sepanjang kultur dan sistemnya telah mapan maka pemulihan dan gerak pembangunan akan berjalan terus dan cepat. Metafornya barangkali seperti kesaktian Prabu Angling Dharma atau Raja Alengka, Prabu Dasamuka si pemilik Aji Pancasona (ilmu keselamatan dari segala luka). Ketika dihantam ataupun di potong selang beberapa detik tubuhnya akan menyatu kembali, lukanya akan menghilang tanpa bekas. Sukar untuk mati!
Masa 15 tahun pendampingan adalah pengorbanan yang sangat berharga. Mari kita lanjutkan pendampingan dengan “program naik kelas” hingga si miskin benar-benar bisa mandiri. Dan jangan kita biarkan capaian menjadi mandeg apalagi set back.
Selamat bekerja pemerintah yang baru! Semoga Trisakti Bung Karno bisa mewujud-berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. [Jateng]
(Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2014/10/30/tujuh-alasan-mengapa-jokowi-jk-perlu-lanjutkan-program-pnpm-683655.html)

Akselerasi Permukiman Layak Huni dan Berkelanjutan Melalui PLPBK

Bandung, 7 November 2014

Oleh:
Imas Siti Masyitoh
TA Sosialisasi
KMW/OC 4 Provinsi Jawa Barat  
PNPM Mandiri Perkotaan
Dibutuhkan inovasi-inovasi untuk akselerasi perbaikan kualitas penataan lingkungan permukiman, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang lebih luas. Hal ini tentunya perlu pelibatan 3 pilar pembangunan: masyarakat, pemerintah dan dunia usaha/swasta. Hal ini jadi salah satu amanat yang disampaikan oleh Kepala PMU P2KP Didiet Arief Achdiat saat membuka acara Workshop “Peran Pemerintah Daerah dalam Rangka Keberlanjutan Program PLPBK” di Hotel Aston, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 5 November 2014.
Lebih lanjut Didiet mengemukakan bahwa arahan kebijakan RPJM Tahun 2015-2019 adalah ketersediaan infrastruktur sesuai dengan tata ruang, berkembangnya jaringan transportasi, terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang andal dan efisien, mulai memanfaatkan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik, terwujudnya konservasi sumber daya air dan terpenuhinya penyediaan air minum untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur perdesaan, pemenuhan kebutuhan hunian yang didukung sistem pembiayaan jangka panjang, serta terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
Terkait itu, arahan kebijakan RPJM tahun 2015-2019 maka arahan kebijakan dalam permukiman yang ditegaskan dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa penataan kawasan bertujuan agar dapat terpernuhinya hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim yang dilakukan melalui pengembangan yang telah ada, pembangunan baru, dan pembangunan kembali.
Fokus dalam penataan perumahan dan kawasan pemukiman adalah terpenuhinya sarana air minum dan sanitasi untuk memenuhi kabutuhan dasar masyarakat, pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasana dan sarana pendukung, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien dan dan akuntabel menuju kota tanpa kumuh, semangat tersebut lebih dikenal dengan “100-0-100”.
Didiet melanjutkan, berdasarkan arahan kebijakan dalam permukiman maka Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) mengembangkan Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) yang merupakan program bagi wilayah-wilayah dampingan PNPM Mandiri yang telah melaksankan tranformasi sosial dan bermitra dengan pihak lain (Pemda dan dunia usaha/swasta), sehingga diharapkan peran 3 pilar tersebut dapat lebih dikuatkan dengan penataan lingkungan permukiman lebih luas.
Hingga kini PLPBK telah dilaksanakan di 785 kelurahan/desa. Berdasarkan pengamatan yang diperoleh, kunci keberhasilan pelaksanaan PLPBK ini terletak pada kerjasama 3 pilar pembangunan yang tentunya dimotori oleh Pemerintah Daerah, terutama sebagai tim teknis.
Beberapa hal yang diharapkan perannya dari Pemda adalah:
Bagi lingkup kawasan PLPBK: Mengoperasionalisasikan komitmen Pemda seperti yang diatur dalam Pedoman Teknis PLPBK, Mengupayakan siklus di tingkat Pemda yang sinergi dengan siklus di tingkat masyarakat, terutama dalam Perencanaan dan Penganggaran, Mengoptimalkan peran Tim Teknis dan memperkuat kelembagaan di Pemda untuk fasilitasi dan pendampingan proses perencanaan, pemasaran sosial, dan pembangunan, serta upaya keberlanjutan, Fasilitasi penanganan pengadaan tanah, pendampingan pengelolaan lingkungan dan risiko bencana agar selaras dengan sistem dan kebijakan tingkat kota
Bagi lingkup kota/kabupaten: adanya regulasi RPJMNas dan Renstra Cipta Karya (2015-2019) diharapkan peran Pemda lebih dominan dalam menangani kawasan permukiman di wilayahnya (100-0-100), memaksimalkan manfaat adanya model PLPBK sebagai model penataan permukiman partisipatif untuk pencapaian kota bebas kumuh, serta misi masing-masing kota dan/atau pembangunan berkelanjutan sesuai RPJM Nasional.
Di akhir paparan Didiet berpesan, keberlanjutan penataan perumahan dan lingkungan permukiman menjadi keniscayaan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama warga miskin. [Jabar]
Dokumentasi lainnya:
Editor: Nina Firstavina

Selasa, 04 November 2014

PNPM Mandiri Perkotaan Ikut Ramaikan Ketapang Expo 2014






SELAMAT DAN SUKSES
ATAS KEIKUTSERTAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN
KABUPATEN KETAPANG
DALAM KEGIATAN KETAPANG EXPO 2014

SEMOGA SEMAKIN DEKAT DENGAN MASYARAKAT DAN DAPAT MEMBINA HUBUNGAN KEMITRAAN DENGAN SELURUH KALANGAN