PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan
Bersama Membangun Kemandirian

Rabu, 15 Oktober 2014

Tahun Balas Budi

Sawahlunto, 15 Oktober 2014


Oleh:
Dian Puspita, ST
Askot CD 
Korkot-2 Sawahlunto
OC 1 Prov. Sumatera Barat 
PNPM Mandiri Perkotaan
Tahun 2014 digadang-gadang sebagai tahun akhir pendampingan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Apakah nanti akan bertransformasi bertahap sebagai program baru, atau alih kelola kepada Pemerintah Daerah, yang pasti menjelang kepemimpinan baru kepastian itu masih dalam pembicaraan.
Dalam situasi ini semua seakan berlomba untuk memaksimalkan pendampingan di semua bidang. Guna menghadapi hal tersebut disusunlah berbagai strategi serta penajaman kembali pola-pola pendampingan yang bermuara pada target-target yang harus dicapai sampai akhir tahun 2014, baik target jangka panjang maupun jangka pendek, dengan rentang yang semakin sempit. Bahkan hitungan tidak lagi bicara semester atau triwulan, namun hitungan mundur sudah memasang satuan minggu, guna melihat perkembangan kinerja pendampingan ke arah lebih baik. Dan tombol “on” sudah mulai dijalankan.
Sementara itu ,pendamping program sudah mulai kasak-kusuk memikirkan akan jadi apa dan akan kemana pasca 2014 nanti. Hal tersebut manusiawi memang, teringat keluarga yang menjadi tanggungan atau kredit yang belum lunas, atau bulanan yang biasanya diterima setelah ini tak diterima lagi. namun terkadang kita memang egois, disamping alasan pribadi tersebut masih ada sisi lain yang terkadang kita lupa. Ibarat sebuah mata uang, ada dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, harus saling seimbang antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.
Pernahkah kita berpikir sejenak, apakah masyarakat miskin yang sudah kita dampingi bertahun-tahun sudah merasakan perubahan atau mereka hanya jadi sasaran objek proyek pendampingan kita—walaupun di awal mengusung konsep masyarakat sebagai subjek, bukan objek. Dan jika kita lihat, berapa persen dari dampingan kita yang benar-benar mandiri untuk mampu jalan sendiri sebagai lembaga yang dewasa yang bisa menentukan sikap dan arahnya ke depan tanpa meninggalkan nilai-nilai yang sudah ditanamkan selama pendampingan. Atau mungkin masih banyak lembaga kita yang masih dominan bergantung pada peran pendamping, yang masih labil dan setiap melangkah masih perlu dibimbing bahkan dipapah.
“Kita ada karena mereka (masyarakat miskin)”. Jika kita renungkan sejenak, agaknya kalimat tersebut sangat pas untuk menggambarkan keberadaan kita. Bisa beli laptop dan motor karena mereka, bisa kredit rumah juga karena mereka bahkan lebih jauh lagi, kita bisa makan layak tiap hari juga karena mereka. Sehingga kesimpulannya darah yang mengalir saat ini di tubuh kita juga atas bantuan mereka.
Bukan bermaksud mengabaikan nasib ke depan, tapi alangkah baiknya jika dibarengi juga dengan memikirkan mereka yang akan kita tinggalkan. Sebenarnya siapakah yang paling khawatir jika PNPM Mandiri Perkotaan akan berakhir? Memang jika mau jujur, yang paling takut PNPM berakhir bukanlah masyarakat miskin yang jadi sasaran utama Program ini, tetapi sebaliknya.
Apakah pernah kita berpikir apa yang bisa kita tinggalkan pada mereka, apa yang bisa diubah lebih baik dan apa yang bisa dilakukan untuk menyentuh mereka. Karena tanpa bisa dipungkiri perubahan perilaku yang awalnya diusung tidak lebih besar dibanding perubahan fisik (hasil Tridaya BLM) yang ada di masyarakat.
Waktu belum terlambat, masih ada waktu untuk balas budi kepada mereka. Kita sangat familiar dengan hadits yang berbunyi,“Khoirunnas anfa'uhum linnas”—sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Dan dalam kisah lain juga disebutkan bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah  dan amal apakah yang paling dicintai Allah, SWT?”  Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia lain dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan.”
Mungkin hal di ataslah yang bisa menyemangati dan mendorong kita agar bisa berbuat lebih kepada mereka yang memang menjadi tanggung jawab kita sebagai pendamping dan lebih dari itu tanggung jawab kita sebagai seorang manusia. Jika seandainya tak mampu untuk berimprofisasi lebih, paling tidak kita benar-benar menjalankan kewajiban yang memang menjadi tugas dan tanggung jawab sebagai pendamping. Sekali lagi, jadilah manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya.
[Sumbar]
Editor: Nina Firstavina

2 komentar:

Mediawarga.id mengatakan...

Salam dari Lampung

Anonim mengatakan...

salam rindu dari kalbar buat bro ridwan....