PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan
Bersama Membangun Kemandirian

Jumat, 19 September 2014

City Changer, Apakah Itu?



Oleh:
Nina Firstavina, SE 
Editor Web
PNPM Mandiri Perkotaan   

Setelah Undang-undang (UU) Desa menjadi hot topic, kini ada “City Changer” yang kerap dibahas di kalangan PNPM Mandiri Perkotaan. Apalagi, dalam waktu relatif singkat, seleksi City Changer sudah harus siap dilaksanakan. Untuk itu surat dari Konsultan Manajemen Pusat (KMP) bernomor 15/NMC/PNPM-Perkotaan/IX/2014 per tanggal 10 September 2014 diluncurkan kepada Program Director (PD) dan Team Leader (TL) Konsultan Manajemen Wilayah (KMW)/OSP 5 sampai 10 (wilayah 2). Surat tersebut berisi perihal Fasilitasi Pemilihan Nominasi City Changer sebagai Calon Peserta Program Matrikulasi Nasional dalam rangka Hari Habitat. Tapi, apa sih City Changer itu sebenarnya?
City Changer adalah para relawan yang layak dinominasikan untuk mengikuti program matrikulasi Nasional dalam rangka peringatan Hari Habitat. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum. Sebenarnya City Changer tidak hanya dilakukan di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Ini terkait tantangan abad 21, yaitu pertambahan jumlah penduduk yang pindah ke kota,” ujar Tenaga Ahli Komunikasi Massa KMP PNPM Mandiri Perkotaan wilayah 2 Iroh Rohayati Fatah. Hal itu dikatakannya dalam kegiatan Kelompok Belajar Internal Konsultan (KBIK) KMP PNPM Mandiri Perkotaan di Kantor KMP Wilayah 2, Jalan Danau Toba F3/8, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, pada Selasa, 16 September 2014. KBIK tersebut dihadiri oleh seluruh TL, Tenaga Ahli (TA), dan Sub TA KMP PNPM Mandiri Perkotaan, baik wilayah 1 maupun wilayah 2.

Haripras (kanan) menjelaskan mengenai pengertian dan implementasi City Changer
Melanjutkan penjelasan di atas, Hari Prasetyo dari Advisory PNPM Mandiri Perkotaan menegaskan, sebelum memasuki pengertian City Changer, kita harus pahami dulu UU no.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. “Istilah City Changer diterjemahkan menjadi beberapa istilah. Salah satunya, yang kita gunakan, adalah Penggiat Permukiman Berkelanjutan. Dan, mengingat kita bergerak di Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dalam Ditjen Cipta Karya, mari kita melihat UU ini dari definisinya,” kata dia.
Dimulai dari Pasal 1 UU No.1/2011, disebutkan mengenai definisi perumahan, kawasan permukiman, dan lingkungan hunian. Kawasan Permukiman berarti bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasaan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. DefinisiPermukiman sendiri adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasaran, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. AdapunPerumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Sementara itu, Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. SedangkanPerumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Secara ringkas, gambar berikut dapat meringkas definisi mengenai kawasan permukiman, lingkungan hunian, permukiman dan perumahan. 
Berangkat dari UU tersebut, ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia harus mendapatkan atau dipenuhi kebutuhan infrastruktur dasar dan pelayanan sarana prasarana minimumnya. Di antaranya adalah air bersih, bebas dari permukiman kumuh dan sanitasi yang layak. Inilah yang dijadikan target kegiatan, yang dikenal dengan istilah “100-0-100”, yakni 100% air bersih, 0% kumuh, dan 100% sanitasi
Adapun definisi air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping. (Sumber: Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990).
Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan air bersih syarat yang harus dipenuhi ada tiga: (1) persyaratan kualitatif: berkualitas baik dan layak, (2) persyaratan kuantitatif: tersedia dalam jumlah yang mencukupi—bisa dengan konservasi air minum dan bak penampung, dan (3) persyaratan kontinuitas: tersedia pada saat dibutuhkan.
Mengenai permukiman kumuh, berdasarkan Pasal 94 – 117 UU No.1/2011, fokus yang bisa dilakukan PNPM Mandiri Perkotaan adalah pada sisi pencegahan, melalui pengawasan, pengendalian dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan sisi peningkatan kualitas permukiman dan perumahan melalui pemugaran, peremajaan dan permukiman kembali.
Sedangkan definisi sanitasi, menurut Dr. Azrul Anwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin memengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Jadi, sanitasi lebih fokus kepada bentuk kegiatannya, sedangkan hygiene (sehat) adalah tujuannya.
Kondisi yang diharapkan dari diterapkannya 100% sanitasi ini adalah ada lagi Buang Air Besar Sembarangan (BABS), mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar, dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. Itu semua dilakukan melalui peningkatan kesadaran masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi.

KBIK KMP diikuti oleh seluruh TL, TA dan Sub TA KMP PNPM Mandiri Perkotaan wilayah 1 dan 2
Mungkinkah 100-0-100 dicapai?
“Mungkin saja,” tegas Haripras—panggilan akrab Hari Prasetyo. Berangkat dari visi yang dirumuskan secara Nasional dalam RPJMN 2015-2019, yakni terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Menindaklanjuti itu, dalam arahan RPJMN Kementerian Pekerjaan Umum menyebutkan visi tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal untuk mendukung Indonesia sejahtera 2025.
Dari situ, di-breakdown secara rinci lagi oleh Ditjen Cipta Karya yang merumuskan visi terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutnan melalui penyediaan infrastruktur yang andal dalam pengembangan permukiman, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan lingkungan permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan. Untuk itu Ditjen Cipta Karya memasang target 100-0-100 yang harus dicapai pada akhir tahun 2019.
Bagaimana mencapainya? Grafik berikut menjelaskan baseline data (data acuan dasar).
City Changer menjadi Jawaban Tantangan
Seperti yang dikatakan Iroh Rohayati sebelumnya, di atas, City Changer hadir sebagai salah satu upaya menjawab tantangan dan permasalahan permukiman di perkotaan. Yakni, pertama, arus urbanisasi yang tidak terkendali, berpotensi meningkatkan permukiman kumuh baik di area tanah legal (slum area) maupun tanah yang ilegal (squatters area). Kedua, tingginya laju pertumbuhan penduduk di perkotaan akan menghambat target pemenuhan layanan infrastruktur dasar, seperti penyediaan perumahan, air minum dan sanitasi. Ketiga, angka kemiskinan yang tinggi di perkotaan, cenderung menambah kawasan/permukiman kumuh. Keempat, kesenjangan masyarakat yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial.Kelima, minimnya ketersediaan utilitas umum yang mendorong penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Dan keenam, menurunnya kualitas fungsi perumahan dan/atau permukiman.
Sementara itu, target 100-0-100 ini akan dilakukan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan: Pemda, swasta, akademisi, masyarakat umum, yang kemudian disebut sebagai City Changer. Adapun komitmen Ditjen Cipta Karya untuk mendukung para Penggiat Permukiman Berkelanjutan (City Changer ) yang selama ini telah melakukan berbagai aktivitas nyata di lapangan, melalui berbagai penguatan kapasitas serta insentif lainnya dalam rangka peningkatan wawasan dan kemampuan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya.
City Changer berperan sebagai motivator, dinamisator, inovator, kolaborator dan implementator, dengan kesadaran dan kepedulian. Melalui city changer, yakin terwujud permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan,” ujar Haripras.
Senada dengan yang diungkapkan Haripras, leader dari Tim Advisory Arief Rahadi, yang juga hadir dalam KBIK mengatakan, City Changer dalam pembangunan kota merupakan pelengkap P2KP. Apalagi City Changer memiliki ciri khas P2KP, yaitu kerelawanan/kepedulian, pro poor, dan merupakan gerakan bersama. “Untuk itu, sebaiknya gerakan ini dilakukan secara inklusif, tidak eksklusif. Dalam arti, ada keterpaduan, bekerja sama dengan sektor lain yang bergerak di entitas lingkungan, dan tetap harus melestarikan lingkungan,” katanya.
Dan, ada tantangan baru dalam hal, yaitu bagaimana mendampingi masyarakat tanpa BLM. “Karena memang nantinya tidak ada BLM. Tidak lagi ada siklus BLM, melainkan langsung channeling. Jangan sampai PHP—Pemberi Harapan Palsu,” tandas Arief Rahadi. Pada hakikatnya yang terpenting dalam mencapai target 100-0-100 bukan soal kegiatan fisiknya, melainkan soal akses (accessability).
Adapun lebih lanjut mengenai City Changer, menurut Surat KMP No. 15/NMC/PNPM-Perkotaan/IX/2014, program matrikulasi akan dilaksanakan pada 28 September sampai 1 Oktober 2014. City Changer berasal dari kalangan masyarakat luas, semisal aktivis LSM, mahasiswa, aktivis perempuan, aktivis Ormas—termasuk Ormas keagamaan, birokrat atau kalangan aparat pemerintah yang memiliki kepedulian sebagai relawan pembangunan perkotaan di luar TUPOKSI-nya, dan unsur komunitas lainnya. Syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk bisa menjadi nominasi City Changer adalah pertama, memiliki pemahaman dan kepedulian pembangunan perkotaan, baik melalui pemikiran-pemikiran maupun pengalaman aksi nyata di lapangan. Kedua, bersedia menyampaikan tulisan ringkas tentang visi dan cita-cita pembangunan permukiman perkotaan, pemahaman tentang persoalan pembangunan perkotaan, pengalaman keikutsertaan dalam pembangunan dan pemikiran manajemen pengelolaan pembangunan permukiman perkotaan. Ketiga, dinilai layak menjadi peserta program matrikulasi nasional City Changer oleh Panitia Seleksi Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya, Kementerian Umum. Selengkapnya, silakan baca: Surat KMP 15/NMC/PNPM-Perkotaan/IX/2014: Fasilitasi Pemilihan Nominasi City Changer.
Apakah Anda orangnya?
Masih ada dua topik lagi yang dibahas dalam KBIK ini. Silakan simak beritanya di website ini. [Redaksi]
Rincian mengenai City Changer bisa dilihat dalam presentasi “Pengertian dan Implementasi City Changer” (format pdf, ukuran 2,2 MB)

Tidak ada komentar: